Rangkuman PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA PENJAJAHAN EROPA DI INDONESIA - SUPER LENGKAP



NB: urutan terbalik mulai dari Politik ETIS-VOC



Nah ini dia, silakan membaca :)

Sumber: dari berbagai sumber mulai dari buku cetak, web, blog, google, brainly, catatan, materi guru, catatan kelas 11 mipa 1-3.


📌POLITIK ETIS

1. Pengertian
Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera. Politik Etis dilaksanakan pada tahun 1900-1914. 

2. Tujuan 
Tujuan politik etis adalah memajukan tiga bidang yakni edukasi dengan menyelenggarakan pendidikan, Irigasi dengan membangun sarana dan jaringan pengairan, dan juga Transmigrasi/ imigrasi dengan mengorganisasi perpindahan penduduk.Politik etis yang dilaksanakan Belanda dengan melakukan perbaikan bidang irigasi, pertanian, transmigrasi, dan pendidikan, sepintas kelihatan mulia. Namun di balik itu, tujuan dari program-program ini dimaksudkan untuk kepentingan Belanda sendiri.Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th.Van De Venter (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para bumiputera yang terbelakang. 

3. Latar Belakang Munculnya Politik Etis
- Sistem tanam paksa menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia.
- Sistem ekonomi liberal tidak memperbaiki kesejahteraan rakyat.
- Belanda melakukan penekanan dan penindasan terhadap rakyat.
- Rakyat kehilangan tanahnya.
- Adanya kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri

4. Pelopor Politik Etis

Biografi Conrad Theodore van De Venter
Conrad Theodore van De Venter (1857-1915) dikenal sebagai seorang ahli hukum Belanda dan juga tokoh Politik Etis. Dia pada usia muda bertolak ke Hindia Belanda. Dalam waktu sepuluh tahun, Deventer telah menjadi kaya, karena perkebunan perkebunan swasta serta maskapai minyak BPM yang bermunculan saat itu banyak membutuhkan jasa penasihat hukum.
Pada sebuah surat tertanggal 30 April 1886 yang ditujukan untuk orang tuanya, De Venter mengemukakan perlunya sebuah tindakan yang lebih manusiawi bagi pribumi karena mengkhawatirkan akan kebangkrutan yang dialami Spanyol akibat salah pengelolaan tanah jajahan.Lalu pada 1899 De Venter menulis dalam majalah De Gids (Panduan), berjudul Een Eereschuld (Hutang kehormatan). 
Ketika De Venter menjadi anggota Parlemen Belanda, ia menerima tugas dari menteri daerah jajahan Idenburg untuk menyusun sebuah laporan mengenai keadaan ekonomi rakyat pribumi di Jawa dan Madura. Tulisan itu sangat terkenal, dan tentu saja mengundang banyak reaksi pro-kontra. Sebuah tulisan lain yang tak kalah terkenalnya adalah yang dimuat oleh De Gids juga (1908) ialah sebuah uraian tentang Hari Depan Insulinde, yang menjabarkan prinsip-prinsip etis bagi beleid pemerintah terhadap tanah jajahannya.

5. Program Politik Etis
Pada 17September 1901,Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan   dalam pidato pembukaan   Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai  panggilan moral dan hutang budi(eeneereschuld)  terhadap  bangsa bumiputera di Hindia Belanda.Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis,yang terangkum dalam program Trias Van de Venter yang meliputi

Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairandan bendungan untuk keperluan pertanian.
Imigrasi, yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
Edukasi, yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan. 

Pendidikan diberikan di sekolah kelas satu kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berkedudukan atau berharta. Pada 1903 terdapat 14 sekolah kelas satu di ibukota karesidenan dan ada 29 di ibukota Afdeling. Mata pelajarannya, yaitu membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, ilmu alam, sejarah, dan menggambar. Pendidikan kelas dua dikhususkan untuk anak-anak pribumi golongan bawah. Pada 1903, di Jawa dan Madura sudah terdapat 245 sekolah kelas dua negeri dan 326 sekolah Fartikelir, di antaranya 63 dari Zending. Adapun jumlah muridnya pada 1892 ada 50.000, pada 1902 ada 1.623 anak pribumi yang belajar pada sekolah Eropa. Untuk menjadi calon pamong praja ada tiga sekolah Osvia, masing-masing di Bandung, Magelang, dan Probolinggo. 

Sedangkan, nama-nama sekolah untuk anak-anak Eropa dan anak kaum pribumi adalah sebagai berikut:
a. HIS (Hollandsch Indlandsche School) setingkat SD
b. MULO (Meer Uitgebreid Lagare Onderwijs) setingkat SMP
c. AMS (Algemeene Middlebare School) setingkat SMU
d. Kweek School (Sekolah Guru) untuk kaum bumi putra
e. Technical Hoges School (Sekolah Tinggi Teknik) di Bandung. Pada 1902, didirikan sekolah pertanian di Bogor (sekarang IPB).

6. Penyimpangan dalam Politik Etis

1. Pelaksanaan Dalam Bidang Irigasi
    Pelaksanaan dalam pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi. Dalam bidang irigasi (pengairan) diadakan pembangunan dan perbaikan. Tetapi pengairan tersebut tidak ditujukan untuk pengairan sawah dan ladang milik rakyat, namun untuk mengairi perkebunan-perkebunan milik swasta asing dan pemerintah kolonial.

 2. Pelaksanaan Dalam Bidang Edukasi
    Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Namun dalam pelaksanaannya pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu.

3. Pelaksanaan Dalam Bidang Transmigrasi / Migrasi
    Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar  akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya. Migrasi juga dilaksanakan oleh pemerintah Belanda bukan untuk memberikan penghidupan yang layak serta pemerataan penduduk, tetapi untuk membuka hutan-hutan baru di luar pulau Jawa bagi perkebunan dan perusahaan swasta asing. Selain itu juga untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah.

7. Dampak Politik Etis

a.) Dampak Positif :

Lahirnya golongan terpelajar
Peningkatan jumlah melek huruf 
Perkembangan bidang pendidikan
Timbul sekolah-sekolah umum, baik yang berupa buatan Belanda maupun Indonesia seperti Tanam Siswa dll.
Munculnya dan berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia.

b.) Dampak Negatif

Kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
Lahirnya sistem Kapitalisme modern, politik liberal dan pasar bebas yang menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan


📌POLITIK PINTU TERBUKA


Pengertian 
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia, dimana golongan liberal Belanda berpendapat bahwa kegiatan ekonomi Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah cukup berperan mengawasi saja.
Belanda memberi kesempatan pada perusahaan swasta untuk menanam modal di Indonesia.

Latar Belakang
Berkembangnya faham liberal di Eropa.
Kemenangan Partai Liberal pada Parlemen Belanda yang mendesak pemerintah kolonial Belanda untuk menerapkan sistem liberal di Hindia Belanda. Tujuannya yaitu agar para pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat ikut serta menanamkan modalnya di Hindia Belanda.
Adanya Traktat Sumatera 1871 yang memberikan kebebasan kepada Belanda untuk 
memperluas wilayahnya hingga ke Aceh.

Tujuan 
Dengan adanya politik pintu terbuka, diharapkan mampu memperbaiki kesejahteraan rakyat. Namun pada kenyataannya, rakyat justru semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber – sumber pertanian maupun tenaga kerja semakin hebat. Rakyat semakin menderita dan sengsara. Seiring berjalannya waktu, Belanda melaksanakan Pax Netherlandica yaitu usaha pembuatan negeri jajahan Belanda di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar wilayah Indonesia tidak diduduki oleh bangsa barat lainnya. Terlebih setelah dibukanya terusan Suez yang memberikan akses lebih cepat kepada bangsa Eropa ke Asia. Belanda ingin merasakan kekayaan tanah jajahannya.

Kebijakan
UU Agraria 1870 Diterapkannya Politik Pintu Terbuka tidak terlepas dari adanya Undang – Undang Agraria Tahun 1870. UU Agraria 1870 mendorong terlaksananya politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi pemodal swasata untuk menanamkan modal. Kebebasan dan keamanan para pengusaha terjamin. Pemerintah kolonial memberi kebebasan pemodal untuk menyewa tanah, bukan membelinya. Hal tersebut dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh kepada tangan asing. 
Undang – Undang Gula (Suiker Wet) Selain mengeluarkan UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan Undang – Undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870. Tujuan dari UU Gula ini adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula. Isi dari UU Gula diantaranya : Perusahaan - perusahaan gula milik pemerintah dihapus secara bertahap, dan
Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.

Pelaksanaan
Sejak dikeluarkannya UU Agraria 1870, itu berarti dilaksanakan pula Politik Ekonomi Liberal oleh pemerintah Belanda. ini berarti Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan diantaranya :
 -      Sumber bahan mentah atau bahan industri di Eropa.
Sumber tenaga kerja yang murah.
Sebagai tempat pemasaran barang – barang produksi Eropa.
Menjadi tempat pemodal asing.
Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula menjadikan Indonesia sebagai wilayah penanaman modal bagi swasta asing baik di perkebunan maupun pertambangan. Berikut ini adalah beberapa perkebunan asing yang muncul setelah keluarnya UU Agraria.
Perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara.
Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Perkebunan kina di Jawa Barat.
Perkebunan karet di Sumatera Timur.
Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Perkembangan Perdagangan di Indonesia
Dengan dikeluarkannya undang – undang agraria dan undang – undang gula, maka terbukalah Indonesia bagi kaum liberal eropa untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan adanya modal asing yang ditanamkan  di Indonesia, maka muncullah perkebunan – perkebunan asing seperti, tebu, kopi, tembakau, teh, kina, kopra, dan sebagainya. Perkebunan tebu mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena gula merupakan mata dagang ekspor yang laku keras di pasaran eropa. Disamping gula, perkebunan tembakau juga berkembang pesat di daerah surakata, yogyakarta dan Sumatra timur ( deli ). Perkebunan teh dan kina dikembangkan di daerah jawa barat dan jawa tengah , perkebunan kelapa dipusatkan di sulawesi.

Usaha – usaha perkebunan swasta ini mengalami perkembangan yang sangat pesat antara tahun 1885 – 1970 . sehingga, keuntungan yang didapatkan melimpah ruah, hal ini ditunjang lagi dengan adanya pemakian mesin – mesin pengolahan yang modern dan lebih baik. Dengan di bukanya terusan zues pula, jarak yang ditempuh menjadi pendek. Sehingga, menambah keuntungan yang dihasilkan atau penguasa asing.

Untuk melancarkan perkembangan produksi tanaman ekspor tersebut, maka pemerintah hindia – Belanda membangun sarana – sarana penunjang seperti: waduk, saluran irigasi, jalan raya, jalan kereta api, dan dermaga pelabuhan. Untuk pererjaan ini, pemerintah Hindia – Belanda kembali mengarahkan tenaga rakyat dengan sistem kerja rodi, sebagai akibatnya rakyat mendapat penderitaan yang sangat berat. Lebih – lebih saat perdagangan hasil tanaman ekspor molai menurun, karena harga pasaran dunia jatuh karena daerah – daerah Eropa mulai menanam dan memproduksi gula. Demikian pula dengan kopi, tembakao, teh dan produksi lainnya mulai menurun penghasilannya.

Sedangkan di Sumatra perkebunan mengalami kesulitan dalam hal tenaga buruk berbeda dengan keadaan perkebunan di jawa wsebagai daerah yang padat penduduk, memudahkan dalam mencari tenaga buruh. Di Sumatra perkebunan memenuhi ke butuhan tenaga kerjanya dengan mendatangkan buruh dari jawa. Karena perlakuaan pengawasan terhadap buruh sangat kasar,banyak buruh yang melarikan diri dari perkebunan, untuk mengatur hal tersebut, maka pemerintah Belanda mengeluarkan undang – undang “ koelie ordanintie”, sebagai ancaman bagi para kuli yang berani meninggalkan pekerjaan sebelum waktunya tiba, diadakanlah “Flonale Snctie”. Dengan demikian dapat dikatakan pada era politik pintu terbuka ini terjadi suatu sistem perbudakan yang dilandungi oleh undang – undanmg, sehangga sangat menyengsarakan rakyat Indonesia karena politik pintu terbuka hanya sebatas tataran teori semata yang jauh dari pelaksanaannya.

Dampak Politik Liberalisme bagi Belanda(Positif)
Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda.
Hasil perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda.
Belanda menjadi pusat perdagangan hasil – hasil dari tanah jajahan.
Dampak Politik Liberalisme bagi Indonesia(Positif )
Sistem tanam paksa dihapus
Rakyat Indonesia di pedesaan mengenal arti pentingnya uang
Indonesia menjadi negara produsen hasil perkebunan yang penting
Pemerintah Hindia-Belanda mulai membangun proyek-proyek prasarana untuk mendukung & memperlancar ekspor hasil perkebunan Indonesia
Negatif :
Kesejahteraan pribumi semakin menurun.
Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 menyebabkan harga kopi dan gula jatuh yang berakibat sangat buruk bagi pribumi.
Menurunnya konsumsi bahan makanan terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa semakin meningkat pesat.
Menurunnya usaha kerajinan rakyat dikarenakan persaingan dengan barang – barang impor.
Dengan adanya angkutan dan kereta api menyebabkan penghasilan pengangkut gerobak menjadi merosot.
Rakyat semakin menderita setelah kerja rodi diterapkan dan adanya hukuman berat bagi orang – orang yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.


Tokoh – tokoh Penentang

Conrad Theodore van Deventer (1857-1915) Van Deventer. Ketika Deventer menjadi anggota Parlemen Belanda, ia menerima tugas dari menteri daerah jajahan Idenburg untuk menyusun sebuah laporan mengenai keadaan ekonomi rakyat pribumi di Jawa dan Madura. Dalam waktu satu tahun, Deventer berhasil menyelesaikan tugasnya (1904). Dengan terbuka Deventer mengungkapkan keadaan yang menyedihkan, kemudian dengan tegas mempersalahkan kebijakan pemerintah. Tulisan itu sangat terkenal, dan tentu saja mengundang banyak reaksi pro-kontra. 
Alasan Politik LIberalisme dihapus
Karena Politik pintu terbuka yang diharapkan dapat memperbaiki kesejahteraan rakyat, justru membuat rakyat semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber-sumber pertanian maupun tenaga manusia semakin hebat. Rakyat makin menderita dan sengasara.


📌PENGERTIAN CULTUUR STELSEL

Tanam Paksa atau Cultuurstelsel merupakan sistem yang bertujuan dan bermanfaat bagi Belanda, Tanam Paksa adalah Peraturan Mempekerjakan seseorang dengan paksa tanpa diberi gaji dan tanpa istirahat, sehingga sangat merugikan pekerja dan menyengsarakan. Sistem Tanam Paksa telah menjadi sejarah bagi Rakyat indonesia.
TANAMAN WAJIB PADA CULTUUR STELSEL(KELAPA SAWIT)

LATAR BELAKANG CULTUUR STELSEL

Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas yang sangat berat itu, Van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor. 


TOKOH PENCETUS
Van Den Bosch
Johannes Graaf Van den Bosch lahir di Herwijnen, Lingewaal, 1 Februari 1780 dan meninggal di Den Haag pada tanggal 28 Januari 1844 pada usianya yang ke 63 tahun. Ia merupakan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke 43 menggantikan Van Der Capellen yang dianggap tidak menguntungkan bagi Hindia Belanda. Van den Bosch memerintah pada tahun 1830-1834. Pada masa pemerintahannya, ia mengeluarkan kebijakan Tanam Paksa / Cultuurstelsel yang sebelumnya hanya menjadi konsep kajian oleh Belanda. Dengan diberlakukannya Cuulturstelsel ini membuat kas Belanda kembali penuh setelah sebelumnya terjadi perang di Eropa maupun di wilayah Nusantara (terutama Jawa dan Sumatera). 

Van den Bosch, sampai di Jawa pada tahun 1797 sebagai seorang letnan yang kemudian pangkatnya naik menjadi kolonel. Pada tahun 1810, ia sempat dipulangkan ke Belanda setelah terjadi perbedaan pendapat dengan Herman Willem Daendels. Pada bulan November 1813, Van den Bosch diangkat kembali menjadi kolonel di ketentaraan sebagai Panglima Maastricht di Belanda. Selama di Belanda, Van den Bosch banyak membantu menyadarkan warga Belanda atas kemiskinan akut yang dialami orang Belanda di wilayah koloni. Pada tahun 1827, ia diangkat menjadi jenderal komisaris dan ditugaskan kembali ke Batavia dan menjabat menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1830. Setelah lima tahun menjabat, Van den Bosch kembali ke Belanda. Ia secara sukarela pensiun pada tahun 1839. 


KETENTUAN POKOK SISTEM TANAM PAKSA

Penduduk desa yang punya tanah diminta menyediakan seperlima dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasaran dunia.
Tanah yang disediakan bebas dari pajak.
Hasil tanaman itu harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Apabila harganya melebihi pembayaran pajak maka kelebihannya akan dikembalikan kepada petani.
Waktu untuk menanam tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi.
Kegagalan panenan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Wajib tanam dapat diganti dengan penyerahan tenaga untuk dipekerjakan di pengangkutan, perkebunan, atau di pabrik-pabrik selama 66 hari.
Penggarapan tanaman di bawah pengawasan langsung oleh kepala-kepala pribumi, sedangkan pihak Belanda bertindak sebagai pengawas secara umum.

PENYIMPANGAN PELAKSANAAN ATURAN TANAM PAKSA

o 1). Pemberlakuan cultuur procenten, yaitu bonus untuk para pegawai pemerintah Belanda yang mampu menyerahkan pajak lebih banyak.
o 2). Para pegawai pemerintah Belanda dapat mengambil lebih dari 1/5 bagian tanah rakyat dan dapat memilih jenis tanah yang subur untuk tanaman ekspor.
o 3). Kewajiban rakyat yang tidak memiliki tanah untuk bekerja di pabrik atau perkebunan Belanda yang melewati ketentuan.
o 4). Pembebanan pajak tanah kepada para petani.
o 5). Waktu pengerjaan cultuur stelsel ternyata lebih dari 3 bulan.
o 6). Tidak ada pengembalian kelebihan hasil produksi pertanian.
o 7). Pembebanan kepada para petani atas kerusakan atau kerugian akibat gagal panen.

CULTUUR PROCENTEN

Adalah persen yang diberikan oleh Belanda bagi petugas penarik tanam paksa. Mereka akan diberikan upah sesuai banyak dan sedikitnya setoran

TOKOH PENENTANG TANAM PAKSA

1) Golongan pendeta
Golongan ini menentang atas dasar kemanusiaan. Adapun tokoh yang mempelopori penentangan ini adalah Baron Van Hovel.
2) Golongan liberal
Golongan liberal terdiri dari pengusaha dan pedagang, di antaranya:
a) Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar.
Edward Douwes Dekker mengajukan tuntutan kepada pemerintah kolonial Belanda untuk lebih memerhatikan kehidupan bangsa Indonesia. Karena kejayaan negeri Belanda itu merupakan hasil tetesan keringat rakyat Indonesia.
Dia mengusulkan langkah-langkah untuk membalas budi baik bangsa Indonesia. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
Pendidikan (edukasi).
Membangun saluran pengairan (irigasi).
Memindahkan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya (imigrasi/transmigrasi)
b) Frans Van de Pute dengan mengarang buku berjudul Suiker Constracten (Kontrak Kerja).

ALASAN TANAM PAKSA DIHAPUSKAN

Pelaksanaan tanam paksa diselewengkan oleh Belanda dan para petugasnya yang berakibat membawa kesengsaraan rakyat. Bentuk penyelewengan tersebut, misalnya, kerja tanpa dibayar untuk kepentingan Belanda (kerja rodi), kekejaman para mandor terhadap para penduduk, dan eksploitasi ke- kayaan Indonesia yang dilakukan Belanda.
Melihat penderitaan rakyat Indonesia, kaum humanis Belanda menuntut agar tanam paksa dihapuskan. Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja berat selama musim tanam. Penderitaan rakyat bertambah berat dengan adanya kerja rodi membangun jalan raya, jembatan, dan waduk. Selain itu, rakyat masih dibebani pajak yang berat, sehingga sebagian besar penghasilan rakyat habis untuk membayar pajak. Akibatnya, rakyat tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga kelaparan terjadi di mana-mana, seperti Cirebon, Demak, dan Grobogan.

Sementara itu di pihak Belanda, tanam paksa membawa keuntungan yang besar. Praktik tanam paksa mampu menutup kas negara Belanda yang kosong sekaligus membayar utang-utang akibat banyak perang. Adapun tokoh-tokoh kaum humanis anti tanam paksa sebagai berikut.
Eduard Douwes Dekker yang memprotes pelaksanaan tanam paksa melalui tulisannya berjudul Max Havelaar. Dalam tulisan tersebut, ia menggunakan nama samara Multatuli, artinya aku yang menderita.

Baron van Hoevell, ia seorang pendeta di Batavia yang berjuang agar tanam paksa dihapuskan. Usahanya mendapat bantuan Menteri Keuangan Torbecke.
Fransen van de Pute, ia seorang anggota Majelis Rendah yang mengusulkan tanam paksa dihapuskan.

Van Deventer, pada tahun 1899, menulis artikel berjudul Een Eereschuld (Utang Budi) yang dimuat dalam majalah De Gids. Artikel tersebut berisi, antara lain, Trilogi Van Deventer yang mencakup edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Edukasi artinya mendirikan sekolah-sekolah bagi pribumi dan akhirnya akan melahirkan kaum cerdik pandai yang memelopori pergerakan nasional Indonesia. Irigasi artinya mengairi sawah-sawah, namun pada praktiknya yang diairi hanya perkebunan milik Belanda. Transmigrasi artinya memindahkan penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, misalnya Sumatra. Namun praktiknya berubah menjadi emigrasi, yaitu memindahkan penduduk Indonesia ke Suriname untuk kepentingan perkebunan Belanda.

Akhirnya, tanam paksa dihapuskan, diawali dengan dikeluarkannya undang-undang (Regrering Reglement) pada tahun 1854 tentang penghapusan perbudakan. Namun pada praktiknya, perbudakan baru dihapuskan pada tanggal 1 Januari 1860. Selanjutnya, pada tahun 1864 dikeluarkan Undang-Undang Keuangan (Comptabiliteits Wet) yang mewajibkan anggaran belanja Hindia Belanda disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian, ada pengawasan dari Badan Legislatif di Nederland. Kemudian pada tahun 1870 dikeluarkan UU Gula (Suiker Wet) dan UU Tanah (Agrarische Wet).
Tanam paksa benar-benar dihapuskan pada tahun 1917. Sebagai bukti, kewajiban tanam kopi di Priangan, Manado, Tapanuli, dan Sumatra Barat dihapuskan.


DAMPAK TANAM PAKSA BAGI INDONESIA

(+) DAMPAK POSITIF
1. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
2. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.

(-) DAMPAK NEGATIF
Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila gagal panen.
Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis. 


DAMPAK TANAM PAKSA BAGI BELANDA

(+) DAMPAK POSITIF
Keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
Hutang-hutang Belanda terlunasi.
Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
Kas Negeri Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi.
Amsterdam berhasil dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
Perdagangan berkembang pesat.

(-) DAMPAK NEGATIF
- Adanya praktik korupsi pegawai yang merugikan belanda - Kegagalan mengembangkan ekonomi - Kematian penduduk yang drastis menghentikan suplai hasil bumi  
VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie)(1602-1779)


📌Sejarah Terbentuknya VOC


 Kongsi Perdagangan Hindia Timur (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat.  Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalnya VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.

Tujuan dibentuknya VOC

VOC atau yang yang merupakan kepanjangan dari Vereenigde Oostindische Compagnie adalah sebuah kongsi dagang yang dibentuk oleh pemerintahan kolonial Belanda yang berada di Indonesia guna untuk menjaga kestabilan harga rempah-rempah yang beredar dan juga menhindari pertikaian yang terjadi kepada sesama pedagang dari Belanda maupun juga pedagang yang berasal dari negara Eropa seperti Portugis, Spanyol, Inggris, dan juga Perancis. 


Gubernur Jendral VOC   yang Berpengaruh di Indonesia

Pieter Both (1610 – 1614)
Pieter Both ditunjuk sebagai 'penguasa tertinggi' pada November 1609 dengan tugas utama untuk menciptakan monopoli perdagangan antara pulau pulau di Hindia Belanda hanya dengan Kerajaan Belanda, dan tidak dengan negara lain, terutama Inggris. Dan Pieter Both memulainya dengan mendirikan pos perdagangan di Banten dan Jakarta (1610).Pieter Both memegang jabatan sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari 19 Desember 1610 hingga 6 November 1614. Dan dia berhasil mengadakan perjanjian perdagangan dengan Pulau Maluku, menaklukan Pulau Timor dan mengusir Spanyol dari Pulau Tidore.

Jan Pieterszoon Coen (1587 – 1629)
Pada usia 31 tahun, tepatnya tanggal 18 April 1618, ia diangkat menjadi Gubernur Jenderal. Akan tetapi baru pada 21 Mei 1619 ia resmi memangku jabatan tersebut dari Gubernur Jenderal sebelumnya, Laurens Reael. Setelah menjadi Gubernur Jenderal, ia tidak tahan terhadap orang Banten dan orang Inggris di sana, maka ia pun memindahkan kantor Kompeni ke Jakarta, di mana ia membangun pertahanan. Pada tanggal 30 Mei 1619 dia menaklukkan Jayakartadan namanya diubah menjadi Batavia (Batavieren).Awalnya ia mau mengubah nama kota ini menjadi Nieuw Hoorn seperti kota kelahirannya, namun usul itu ditolak pimpinan VOC di Belanda. Nama Batavia diberikan untuk menghormati Suku Batavia yang dianggap sebagai leluhur bangsa Belanda dan digunakan sampai tahun 1942.

Van der Lijn (1608 – ?)
Van der Lijn bukan merupakan pemimpin yang kuat, tetapi walaupun begitu ada beberapa prestasi yang bisa dicapai selama kepemimpinannya. Yang dilakukannya pertama adalah memperkuat posisi VOC di Semenanjung Malaya dengan mendirikan pos di Perak. Van der Lijn juga dengan jeli melihat adanya peluang menguasai Jawa saat mengetahui bahwa Sultan Agung meninggal dunia. Kemudian untuk menjaga kestabilan VOC di pulau Jawa, van der Lijn membuat perjanjian perdamaian dengan Banten. Untuk memperkuat posisi VOC di Maluku, van der Lijn merebut Solor dari Portugis dan menduduki Hitu sepenuhnya setelah dapat membunuh Kakiali, pemimpin Hitu saat itu.

Willem Van Outhoorn (1635 – 1720)
Pada 17 Desember 1690 van Outhoorn menerima perintah penunjukan sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk menggantikan Johannes Camphuys yang mengundurkan diri. Ia memulai jabatan ini pada 24 September 1691. Masa Jabatannya tidak ditandai dengan peristiwa penting. Namun pada saat ia hampir mengundurkan diri, Sultan MataramAmangkurat II meninggal dunia dan VOC tidak mengakui putranya sebagai pewaris takhta. Setelah itu pecahlah perang panjang saat itu. Dalam masa pemerintahannya, banyak usaha yang dilakukan untuk mempertahankan produksi kopi di Jawa.

Gustaaf Willem baron van Imhoff (1705 – 1750)
Gustaaf Willem baron van Imhoff(lahir di Leer, Frisia Timur, 8 Agustus 1705 – meninggal di Batavia, 1 November 1750pada umur 45 tahun) adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke 27. Ia memerintah antara tahun 1743 – 1750.Van Imhoff dikenal sebagai orang yang kebijakannya mendorong Pangeran Mangkubumi untuk memberontak melawan Susuhunan Pakubuwana II, peristiwa yang mencetuskan Perang Tahta Jawa Ketiga (1748-1757). Perang ini berakibatkan perpecahan kerajaan Mataram Baru menjadi Surakarta dan Yogyakarta.


Hak –Hak Istimewa VOC

Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi: 
Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri; 
Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk: 
memelihara angkatan perang, 
memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian, 
merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,dan  memerintah daerah-daerah tersebut
menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri
memungut pajak
Mengangkat dan memberhentikan penguasa penguasa setempat
Mengadakan perjanjian dengan para raja
Mendirikan Benteng

hak memungut pajak yang disebut:

a. Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban bagi raja pribumi untuk membayar pajak hasil bumi kepada Belanda; 
b. Contingenten, yaitu pajak sewa tanah yang harus dibayar rakyat dengan hasil bumi 


Kebijakan yang Dirumuskan VOC
menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli perdangan. 
melaksakan politik devide et impera ( memcah dan menguasai ) dalam rangka untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia. 
Mengangkat seorang Gubernur Jenderal
Melaksakan sepenuhnya Hak Oktroi
Adanya hak ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang melebihi ketentuan
Melaksakan pelayaran Hongi ( HOngi tocjten )
 pelayaran yang dilakukan oleh voc untuk mengawasi jalannya monopoli perdagangan yang dilengkapi persenjataan lengkap untuk mencegah pelangaran monopoli rempah-rempah di maluku.

Perkembengan VOC Di Indonesia

Pada tanggal 20 Maret 1602, untuk memperkuat kepentingan dagangnya, Belanda membentuk Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama sekitar 9 tahun VOC melakukan perdagangan dengan singgah di sembarang pelabuhan. Kemudian pada tahun 1611, VOC membeli lahan sekitar satu hektar di Sunda Calapa seharga 1.200 ringgit dari tangan Wijaya Krama, penguasa Jayakarta. Lahan tersebut dibangun menjadi kota dagang. Perdagangan VOC makin berkembang pesat setelah dengan kekuatannya menyingkirkan kekuasaan Jayakarta dan mengubah Jayakarta menjadi Batavia tanggal 30 Mei 1619. 

Batavia menjadi markas pusat VOC.
Perlawanan Bangsa Indonesia
Perlawanan Rakyat Maluku Melawan VOC
Perlawanan Pattimura (1817). 
Mataram Menghadapi VOC
Perlawanan Trunojoyo (1674-1680)
Perlawanan Untung Suropati (1868-1706)
Makasar Menghadapi VOC
Perlawanan Banten Melawan VOC 

Penyebab  Hancurnya  VOC
Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi 
Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa 
Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak 
Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan 
Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis 
Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas. 
Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.

Dampak  Bubarnya  VOC  Bagi  Indonesia  dan  Belanda

Dampak bagi Indonesia
Penderitaan rakyat semakin berkurang
Perekomunian Rakyat semakin maju
Kehidupan masyarakat semakin bagus 
Indonesia di tangani langsung oleh pemerintahan belanda

Dampak bagi Belanda
Menurunnya perekonomian bangsa Belanda.
Hancurnya badan dagang besar milik Belanda
Kurangnya rempah-rempah yang biasanya didapatkan dari VOC

📌Herman Williem Daendels

Nama     : Herman  Williem  Daendels 
Lahir      : Hattem, Republik Belanda, 21 Oktober 1762
Wafat      : Elmina, Belanda, 2 Mei 1818
Jabatan : Gubernur Jendral Hindia Belanda ke -36 (1808-1811)
               Gubernur Jendral Pantai Emas Belanda (1815-1818)

Pengganti Daendels
Pada masa Gubernur Jendral Hindia-Belanda ke-36
Pengganti: Jan Willem Janssens

Latar Belakang
Belanda kalah dari Perancis saat pengambilan kekuasaaan VOC . 
Belanda jatuh ke tangan Perancis di bawah kepemimpinan Kaisar Louis Napoleon Bonaparte pada tahun 1806.
Napoleon mengangkat Daendels sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda dan menggantikan Gubernur Jendral Albertus Wiese.
Tugas

Kedatangan Daendels ke Indonesia mengemban tugas pokok, yaitu :
Memperkuat pertahanan di Pulau Jawa untuk menghadapi serangan Inggris
Mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya untuk biaya perang melawan Inggris.
Memperbaiki kondisi keuangan pemerintah karena kas Negara kosong
Mempertahankan Pulau Jawa dari Inggris
Memperbaiki tanah jajahan

Langkah-langkah Daendels untuk Mempertahankan Jawa dari Serangan Inggris
Membuat jalan raya dari anyer-panarukan
Mendirikan benteng pertahanan
Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung kulon
Mendirikan pabrik senjata di semarang dan surabaya
Memperkuat pasukan yang terdiri dari orang Indonesia
Tindakan Daendels untuk Memperkuat Kedudukannya di Indonesia

Bidang Pertahanan dan Keamanan
Membangun benteng-benteng pertahanan baru dari angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon
Meningkatkan jumlah tentara
Membangun jalan raya dari Anyer – Panarukan
Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon

Bidang Ekonomi
Melakukan sistem pemungutan pajak 
Mewajibkan rakyat melakukan penyerahan hasil pertanian 
Menjual tanah-tanah pertanian kepada swasta
Bidang Pemerintahan
Membagi Pulau Jawa menjadi 9 daerah 
Membatasi kekuasaan bupati
Kedudukan bupati sebagai penguasa tradisional diubah menjadi pegawai pemerintahan kolonial
Kerajaan Banten dan Cirebon dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial

Bidang Peradilan
Peradilan untuk kaum pribumi dibentuk disetiap prefektur
Peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu

Mengapa Daendels Menjadi Seorang Diktator ?

Diktator adalah seorang pemimpin negara yang memerintah secara otoriter dan menindas rakyatnya
Alasan seorang Daendels yang terkenal demokratis berubah menjadi seorang diktator adalah karena keadaan ekonomi Belanda yang sedang jatuh-jatuhnya pada saat itu.
Penyebab Kekuasaan Daendels Berakhir
Kekejaman dan kesewenang-wenangan Daendels menimbulkan kebencian di kalangan rakyat pribumi maupun orang-orang Eropa
Sikapnya yang otoriter terhadap raja-raja Banten, Yogyakarta, dan Cirebon menimbulkan pertentangan dan perlawanan
Penyelewengan dalam penjualan tanah kepada pihak swasta dan manipulasi penjualan Istana Bogor
Keburukan dalam sistem administrasi pemerintahan 

Pengganti Daendels
Kontroversi terjadi tentang pembangunan jalan Anyer-Panarukan ini. Pada masa Daendels banyak pejabat Belanda yang dalam hatinya tidak menyukai Perancis tetapi tetap setia kepada dinasti Oranje yang melarikan diri ke Inggris.

Kontroversi lain yang menyangkut pembangunan jalan ini adalah tidak pernah disebutkannya manfaat yang diperoleh dari jalan tersebut oleh para sejarawan dan lawan-lawan Daendels. Setelah proyek pembuatan jalan itu selesai, hasil produk kopi dari pedalaman Priangan semakin banyak yang diangkut ke pelabuhan Cirebon dan Indramayu padahal sebelumnya tidak terjadi dan produk itu membusuk di gudang-gudang kopi Sumedang, Limbangan, Cisarua dan Sukabumi.

Di sisi lain dikatakan bahwa Daendels mebuat birokrasi menjadi lebih efisien dan mengurangi korupsi. Tetapi ia sendiri dituduh korupsi dan memperkaya diri sendiri. Akhirnya ia dipanggil pulang oleh Perancis dan kekuasaan harus diserahkan kepada Jan Willem Janssens, seperti diputuskan oleh Napoleon Bonaparte.


Perjanjian Tuntang 
Dilaksanakan pada tahun 1811
Isi perjanjian tuntang adalah sebagai berikut 
a. Seluruh kekuatan militer Belanda di Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris. 
b. Utang pemerintah Belanda tidak diakui Inggris.
 c. Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.

📌Sir Stamford Raffles

Sir Stamford Raffles, atau juga dikenal Thomas StamfordRaffles, merupakan seorang negarawan berkebangsaan Inggris. Dia adalah Gubernur Jenderal Hindia Timur, kemudian Gubernur Jenderal di Bencoolen yang kini bernama kota Bengkulu, serta penemu Singapura modern. Salah satu karya pentingnya adalah menulis buku The Historyof Java (Sejarah Jawa), dan diabadikan sebagai nama Latin Bunga Bangkai, Raflessiaarnoldii.

Tujuan Raffles datang ke nusantara : 

Pada tahun 1811, Daendels digantikan oleh Janssens. Janssens ternyata lemah dibandingkan dengan Daendels. Pada bulan Agustus 1811, Inggris yang dipimpin LordMinto berhasil mengalahkan Belanda, dan memaksa melakukan perundingan Kapitulasi Tuntang (11 Septermber 1811. Salah satu isinya menyatakan bahwa Pulau Jawa, Madura dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.
Kemudian Inggris menunjuk Thomas StamfordRaffles untuk menjadi Letnan Gubernur di Indonesia. 

Kebijakannya antara lain:

Bidang Pemerintahan

Pulau Jawa dibagi menjadi 16 Karisidenan
Merubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh pengusaha pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial yang bercorak barat.
Bupati-bupati atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya yang mereka peroleh secara turun tumurun.

Bidang Ekonomi dan Keuangan

Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman eksport.
Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem peyerahan wajib (VerplichteLaverantie) yang sudah diterapkan sejak zaman VOC.
Menetapkan sistem sewa tanah (landren). Untuk menentukan besarnya pajak, tanah dibagi menjadi 3 kelas, yaitu sebagai berikut. Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari hasil bruto. Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga dari hasil bruto. Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari hasil bruto.
Pemungutan pajak pada awalnya secara perorangan.
Mengadakan monopoli garam dan minuman keras.

Bidang Hukum

Sistem peradilan yang diterapkan affles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Apabila Daendels berorientasi kepada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi kepada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan penegak hukum yang ada pada masa Raffles adalah sebagai berikut.
Court of Justice, terdapat pada setiap residen.
Court of Request, terdapat pada setiap divisi.
Police of Magistrace.

Bidang Sosial

Penghapusan kerja rodi (kerja paksa)
Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya ia melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Hal itu terbukti dengan pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan temannya, Alexander Hare, yang sedang kekurangan tenaga kerja, sedangkan di Batavia Raffles menetapkan pajak yang tinggi bagi pemilik budak.
Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau

.
 Bidang Ilmu Pengetahuan

Ditulisnya buku berjudul HistoryOf Java. Dalam menulis buku tersebut Raffles dibantu oleh juru bahasanya Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II.
Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (residen Yogyakarta) untuk mengadakan penelitian yang menghasilkan sebuah buku berjudul HistoryOf The EastIndianArchipelago.
Raffles juga aktif mendukung BataviaachGenootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan
Ditemukannya bunga RafflesiaArnoldi.
Dirintisnya Kebun Raya Bogor.


Pemerintahan Raffles tidak berlangsung lama. Kekuasaan Perancis di Belanda runtuh (1814) oleh karena itu Ratu Belanda yang berada di Inggris mengadakan perundingan dengan Inggris yang menghasilkan konferensi London yang isinya antara lain Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya, penyerahan Indonesia ke Belanda dilaksanakan tahun 1816. Maka pada tahun 1816, Belanda memperoleh kembali Indonesia. Belanda kemudian mengangkat Van Der Cappelen sebagai Gubernur Jenderal Hindia-Belanda. Banyak perubahan-perubahan, baik di bidang ekonomi maupun pemerintahan dilakukan oleh Raffles sehingga muncullah positif dan negative dari perubahan tersebut.

Tujuan utama Raffles dating ke Indonesia:
Tergabung dalam armada Inggris untuk mencari rempah-rempah
Mendirikan kongsi dagang EIC


Dampak Positif :

1. Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan ini adalah kebebasan dalam menanam dan kebebasan perdagangan. Kebebasan dan jaminan hukum diberikan kepada seluruh rakyat agar mereka tidak menjadi korban kesewenang-wenangan para penguasa.
2. Wilayah
Pulau Jawa dibagi menjadi 16 daerah karesidenan oleh raffles.Dengan tujuan agar k mempermudah pemerintah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasai setiap daerahnya. Setiap karesidenan dipimpin oleh seorang residen dan dibantu oleh asisten residen.
3. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan dan sistem peradilan juga mengacu pada sistem yang dilakukan di negara Inggris. sistem Preangerstelsel juga dihapus oleh Daendels, kerja paksa, serta perdagangan budak juga diberhentikan. Menghapus pajak hasil bumi (contingenten).


Dampak Negatif :

1. Monopoli
Adanya monopoli perdagangan garam, lada, dan minuman keras sehingga merugikan pedagang - pedagang di Indonesia
2. Pemungutan Sewa Pajak
Pemungutan pajak sewa tanah ditarik dari per kepala sedangkan pemerintahan VOC dilakukan secara kolektif . Sistem ini pun dengan sebelumnya sama merugikannya karena merugikan para pemilik tanah (rakyat pribumi).


Perbedaan Contingenten dan Landrent :

Contigenten =kewajiban menyerahkan pajak berupa hasil bumi kepada pemerintahan belanda guna menjaga uang kas pemerintahan hindia belanda

Land rent = kebijakan yang dilakukan raffles berupa sewa tanah  jadi setiap penduduk sebagai penyewa tanah  wajib memberikan pajak kepada pemeritahan kolonial Inggris.

Beberapa factor kegagalan sistem sewa tanah antara lain:

1. Keuangan Negara yang terbatas, memberikan dampak terhadap minimnya pengembangan pertanian.
2. Pegawai- pegawai yang cakap jumlahnya cukup sedikit, selain karena hanya diduduki oleh kalangan pemerintah Inggris sendiri, pegawai yang kumlahnya sedikit itu kursng berpengalaman dalam mengelola sistem sewa tersebut.
3. Masyarakat Indonesia pada masa itu belum mengenal perdagangan ekspor seperti India yang pernah mengalami sistem sewa tanah dari penjajahan Inggris. Dimana pada abad ke 9 masyarakat Jawa masih mengenal sistem pertanian sederhana, dan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sehingga penerapan sistem sewa tanah sulit diberlakukan karena motifasi masyarakat untuk meningkatkan produktifitaspertaniaannya dalam penjualan ke pasar bebas belum disadari betul.
4. Masyarakat Indonesia terutama di desa masih terikat dengan feodalisme dan belum mengenal ekonomi uang, sehingga motivasi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dari produktifitas hasil pertanian belum disadari betul.
5. Pajak tanah yang terlalu tinggi, sehingga banyak tanah yang terlantar tidak digarap, dan dapat menurunkan produktifitas pertanian.
6. Adanya pegawai yang bertindak sewenag-wenag dan korup.
7. Singkatnya masa jabatan Raffles yang hanya bertahan 5 tahun, sehingga ia belum sempat memeperbaiki kelemahan dan penyimpangan dalam sistem sewa tanah.

Komentar

Postingan Populer