Rangkuman SEJARAH KELAS 11 : STRATEGI PERLAWANAN PASCAKEMERDEKAAN





RANGKUMAN KD 3.10 SEJARAH INDONESIA KELAS 11 SMA


1. Perundingan Hooge Veluwe


Sebelum diadakan perjanjian antara Belanda dengan Republik Indonesia di Belanda. Sebelumnya telah ada dialog antara keduanya yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 10 Februari sampai 12 Maret 1946. Dalam perundingan ini pihak Indonesia yang diwakilkan oleh Sutan Syahrir berhasil mencapai titik perundingan dengan diakuinya kedaulatan Republik Indonesia secara de facto terdiri dari Jawa dan Sumatra oleh Belanda dengan wakilnya Van Mook disertai penengah dari Inggris A. Clark Kerr dan Lord Killearn.

 Namun perundingan ini mengalami permasalahan di tingkat pejabat Belanda di Den Haag, pejabat di Den Haag cenderung mengabaikan hasil perundingan yang diadakan di Jakarta ini.

Usaha untuk terus mencapai kedaulatan telah diupacayakan oleh pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Indonesia mengirim perwakilannya untuk berunding dengan pemerintah Belanda di Den Haag agar Belanda segera mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Dalam perundingan ini wakil-wakil Indonesia diwakilkan oleh; Mr. Soewandi (menteri kehakiman), Dr Soedarsono (ayah MenHanKam Juwono Soedarsono yang saat itu menjabat menteri dalam negeri), dan Mr Abdul Karim Pringgodigdo dan dipihak Belanda yang dimpimpin langsung Perdana menteri Schermerhorn. Dalam delegasi ini terdapat Dr Drees (menteri sosial), J.Logeman (menteri urusan seberang), J.H.van Roijen (menteri luar negeri) dan Dr van Mook (selaku letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda).

Perundingan dilaksanakan di Hooge Veluwe pada tanggal 14-24 April 1946 dan berlangsung sangat alot sebab delegasi Belanda ini mengabaikan perundingan yang telah disepakati sebelumnya di Jakarta. Perundingan Hooge Veluwe membahas pokok permasalahan, antara lain:

-Substansi konsep perjanjian atau protokol sebagai bentuk kesepakatan penyelesaian persengketaan yang akan dihasilkan nantinya oleh perundingan Hoge Veluwe.
-Membahas yang diajukan dalam konsep protokol Belanda seperti Persemakmuran (Gemeenebest); negara merdeka (Vrij-staat).
Membahas struktur negara berdasarkan federasi.
--Membahas mengenai batas wilayah kekuasaan de facto RI, yang hanya meliputi pulau Jawa.

Pihak Belanda terus bersikeras untuk menolak hasil perundingan sebelumnya di Jakarta (Van Mook dan Syahrir) dengan alasan pemerintah Belanda saat itu karena untuk dapat menerima hasil perundingan di Indonesia, Undang-undang Dasar Belanda harus berubah dahulu. Ini akan makan waktu lama. Padahal Belanda sedang menghadapi pemilihan umum yang tidak beberapa lama lagi akan berlangsung.


2. Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon. Perjanjian tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Pada tanggal 7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak mencapai kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:

-Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
-Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.

Hasil Perundingan Linggarjati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk
(sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut:
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.
Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.

Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia – Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan dari partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP untuk partai besar dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP. Ternyata tentangan itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil presiden mengancam akan mengundurkan diri apabila usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.
Akhirnya, KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati  pada tanggal 25 Februari 1947, bertempat di Istana Negara Jakarta. Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Apabila ditinjau dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, namun bila dipandang dari segi politik intemasional kedudukan Republik Indonesia bertambah kuat. Hal ini disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat, serta beberapa negara-negara Arab telah memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.

Persetujuan itu sangat sulit terlaksana, karena pihak Belanda menafsirkan lain. Bahkan dijadikan sebagai alasan oleh pihak Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Bersamaan dengan Agresi Militer I yang dilakukan oleh pihak Belanda, Republik Indonesia mengirim utusan ke sidang PBB dengan tujuan agar posisi Indonesia di dunia internasional semakin bertambah kuat. Utusan itu terdiri dari Sutan Svahrir, H. Agus Salim, Sudjatmoko, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.

Kehadiran utusan tersebut menarik perhatian peserta sidang PBB, oleh karena itu Dewan Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan gencatan senjata dengan mengirim komisi jasa baik (goodwill commission) dengan beranggotakan tiga negara. Indonesia mengusulkan Australia, Belanda mengusulkan Belgia, dan kedua negara yang diusulkan itu menunjuk Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C. Kirby dari A.ustralia, Paul van Zeeland dari Belgia, dan Frank Graham dari Amerika Serikat. Di Indonesia, ketiga anggota itu terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN).



3.Agresi Militer Belanda 1

Setelah Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda ingin kembali menguasi Indonesia. Dengan diboncengi oleh pihak sekutu, Inggris, Belanda melakukan penyerangan-penyerangan terhadap Negara Indonesia.

Latar belakang

Agresi Militer Belanda 1 dilatar belakangi oleh Belanda yang tidak menerima hasil Perundingan Linggajati yang telah disepakati bersama pada tanggal 25 Maret 1947. Atas dasar tersebut, pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melakukan agresi militer pertamanya dengan menggempur Indonesia.

Tujuan Agresi Militer Belanda 1

Agresi militer pertama yang dilakukan oleh Belanda mengandung beberapa misi yang harus mereka selesaikan. Adapun tujuan dari agresi militer ini adalah sebaga berikut:

1. Bidang Politik
Mengepung ibu kota RI dan menghapus RI dari peta (menghilangkan de facto RI).
2. Bidang Ekonomi
Merebut daerah-daerah penting, seperti Jawa Barat dan Timur sebagai penghasil bahan makanan, Sumatera sebagai wilayah perkebunan dan pertambangan.
3. Bidang Militer
Menghancurkan Tentara Negara Indonesia (TNI).

Sejarah Agresi Militer Belanda 1

Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda menggempur Indonesia dengan menyerang Pulau Jawa dan Sumatra. Pasukan TNI yang dikejutkan dengan serangan tersebut, terpencar-pencar dan mundur ke daerah pinggiran untuk membangun daerah pertahanan baru. Pasukan TNI selanjutnya membatasi pergerakan pasukan Belanda dengan taktik perang gerilya. Dengan taktik ini, Pasukan TNI berhasil mempersulit Belanda.

Meskipun Belanda berhasil menduduki beberapa kota-kota penting, akan tetapi justru hal ini membuat posisi Republik Indonesia naik di mata dunia. Banyak negara-negara yang simpati dengan Republik Indonesia, seperti Liga Arab yang akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia sejak 18 November 1946.
Agresi militer yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia memunculkan permusuhan negara-negara Liga Arab terhadap Belanda. Dengan demikian, kedudukan Republik Indonesia di Timur Tengah secara politik meningkat.
Dewan Keamanan PBB pun ikut campur dalam masalah ini, dan membentuk Komisi Tiga Negara untuk menyelesaikan konflik ini melalui serangkaian perundingan, seperti Perundingan Renville dan Perundingan Kaliurang. Akan tetapi, perundingan-perundingan tersebut tetap tidak diindahkan oleh Belanda.


4. Perjanjian Renville

Perjanjian Renville diambil dari nama sebutan kapal perang milik Amerika Serikat yang dipakai sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dengan pihak Belanda, dan KTN sebagai perantaranya. Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan pihak Belanda menempatkan seorang Indonesia yang bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasinya. Penempatan Abdulkadir Wijoyoatmojo ini merupakan siasat pihak Belanda dengan menyatakan bahwa pertikaian yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda merupakan masalah dalam negeri Indonesia dan bukan menjadi masalah intemasional yang perlu adanya campur tangan negara lain.
Setelah melalui perdebatan dan permusyawaratan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Juni 1948 maka diperoleh persetujuan Renville. Isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut:

Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah federal.
RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan Negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.
Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.


Kerugian-kerugian yang diderita bangsa Indonesia dari perjanjian Renville adalah sebagai berikut:
Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya Negara Indonesia serikat melalui masa peralihan.
Indonesia kehilangan sebagian daerahnya karena garis Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.
Pihak republik harus menarik seluruh pasukannya yang ada di daerah kekuasaan Belanda dan dari kantong-kantong gerilya masuk daerah RI.
Wilayah RI menjadi semakin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda.
Terjadi Hijrah TNI ke pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Terjadinya pemberontakan DI/TII.
Terjadinya pemberontakan PKI di Madiun 1948.
Jatuhnya kabinet Amir Syarifudin diganti dengan Moh.Hatta.


5. Pemberontakan PKI

LATAR BELAKANG

Pemberontakan PKI di Madiun memuncak di bawah pimpinan Muso dan Amir Sjarifuddin pada 18 september 1948. Penyebabnya karena ditandatanganinya perjanjian renville oleh kabinet Amir yang dirasa banyak merugikan manusia. Pada tahun 1948 digantikan oleh kabinet Hatta. Akibat lengsernya Amir maka beliau mendirikan FDR pada 26 Juni 1948.
AKSI PKI DAN FDR
• melancarkan propaganda anti pemerintah
• mengadakan pemogokan kerja bagi para buruh
• melakukan pembunuhan dan bentrok

STRATEGI PENYERANGAN PEMBERONTAKAN

✐ Pemerintah mengadakan militer di Jawa Tengah dipimpin Letkol Gatot Subroto, divisi 3 Siliwangi. sedangkan di jawa Barat dipimpin oleh Ahmad Yani
PERISTIWA-PERISTIWA PENTING
• keputusan tegas bahwa PKI di Indonesia menggabungkan diri dengan Comintern
• Amir menyerahkan mandatnya kepada presiden RI pada 23 Januari 1948
• Pasukan Amir menyerang TNI pada 18 September 1948 yang kala itu fokus menghadapi Belanda
• Musso membuat front nasional pada 19 September 1948 sehingga TNI terdesak keluar dari Madiun

UPAYA PENUMPASAN

✐ Soekarno dan Hatta melancarkan operasi penumpasan pemberontakan PKI dengan Gerakan Operasi Militer. Panglima Sudirman menunjuk kolonel Gatot Soebroto sebagai gubernur Jateng dan Kolonel Sungkono sebagai gubernur militer Jatim. Keadaan kembali pulih pada 10 September 1948. Musso tewas di Ponorogo dan Amir tertangkap di Purwodadi


6. Agresi Militer Belanda 2

Kegagalan PBB dalam menyelesaikan konflik antara Belanda-Indonesia melalui jalan perundingan menyebabkan Belanda tetap bersikeras untuk menguasai Republik Indonesia. Oleh karena itu, Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua.

Latar Belakang

Agresi militer Belanda 2 dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka terhadap pejanjian Renvile yang telah disepakati. Mereka menolak adanya pembagian kekuasaan dan tetap ingin menguasai Republik Indonesia seutuhnya.

Sejarah Agresi Militer 2

Pada tanggal 19 Desember 1948, tepat pukul 06.00, Belanda melancarkan serangannya ke Ibu Kota Indonesia pada saat itu, Yogyakarta. Dalam peristiwa ini, Belanda menangkap dan menawan pimpinan- pimpinan RI, seperti Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Syahrir (Penasihat Presiden) dan beberapa menteri termasuk Menteri Luar Negeri Agus Salim.

Presiden Soekarno dan Moh. Hatta kemudian diasingkan di Bangka. Jatuhnya Yogyakarta, dan ditawannya beberapa pimpinan RI membuat Belanda merasa telah menguasai Indonesia dan segera membentuk Pemerintah Federal.
Akan tetapi, sebelum Belanda membentuk Pemerintahan Federal, Ir. Soekarno meminta Syarifudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Selanjutnya, Pada tanggal 19 Desember 1948 Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) berhasil dibentuk di Bukittinggi, Sumatera.
Sementara itu Belanda terus menambah pasukannya ke wilayah RI untuk menunjukan bahwa mereka telah menguasai Indonesia. Namun pada kenyataannya, Belanda hanya menguasai wilayah perkotaan dan jalan raya, sementara itu Pemerintahan RI masih terus berlangsung hingga di wilayah pedesaan.

Rakyat dan TNI bersatu berperang melawan Belanda menggunakan siasat gerilya. TNI yang berada di bawah pimpinan Jenderal Sudirman melancarkan serangan terhadap Belanda dan merusak fasilitas-fasilitas penting, seperti: memutus kawat-kawat telepon, jalan-jalan kereta api, dan menghancurkan jembatan agar Belanda tidak dapat menggunakannya.
Meskipun Jenderal Sudirman sedang berada dalam keadaan sakit, Beliau masih sanggup berperang dengan bergerilya di Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan menempuh perjalanan dari Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan Kediri.
Pada tanggal 23 Desember 1948, Pemerintah Darurat RI mengirimkan perintah Kepada wakil RI di PBB untuk menyampaikan bahwa pemerintah RI bersedia untuk penghentian peperangan dan mengadakan perundingan.

Namun, Belanda tidak mengindahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949 untuk menghentikan perang. Mereka pula menyakini bahwa RI telah hilang. Akan tetapi, TNI dan rakyat melancarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 untuk membuktikan bahwa RI masih ada dan TNI masih kuat.
Serangan ini berhasil memukul Belanda keluar dari Yogyakarta. Meskipun Yogyakarta hanya berhasil dikuasai selama 6 jam, kenyataan ini membuktikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap berjalan.


7. Perjanjian Roem-Royen

Perjanjian ini adalah perjanjian pendahuluan sebelum KMB. Salah satu kesepakatan yang dicapai adalah Indonesia bersedia menghadiri KMB yang akan dilaksanakan di Den Haag negeri Belanda. Untuk menghadapi KMB dilaksanakan konferensi inter Indonesia yang bertujuan untuk mengadakan pembicaraan antara badan permusyawaratan federal (BFO/Bijenkomst Voor Federal Overleg) dengan RI agar tercapai kesepakatan mendasar dalam menghadapi KMB. Komisi PBB yang menangani Indonesia digantikan UNCI. UNCI berhasil membawa Indonesia-Belanda ke meja Perjanjian pada tanggal 7 Mei 1949 yang dikenal dengan persetujuan Belanda dari Indonesia yaitu:

Menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta.
Menghentikan gerakan militer dan membebaskan para tahanan republik.
Menyetujui kedaulatan RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
Menyelenggarakan KMB segera sesudah pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta.

Persetujuan Indonesia dari Belanda meliputi sebagai berikut:
Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan
Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.


Peristiwa-peristiwa penting realisasi Roem-Royen Statement adalah sebagai berikut:

Penarikan tentara Belanda secara bertahap dari Yogyakarta dari 24 Juni sampai 29 Juni 1949.
Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta tanggal 1 Juli 1949.
Presiden,wakil presiden dan para pejabat tinggi Negara kembali ke Yogyakarta tanggal 6 Juli 1949.
Jendral Sudirman kembali ke Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949.


Konferensi Inter Indonesia

Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter Indonesia berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia. Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia. Konferensi ini banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Konferensi Inter-Indonesia penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta. Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta. Konferensi Inter-Indonesia II diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin oleh Sultan Hamid (Ketua BFO).

Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalah pembentukan RIS, antara lain:
Masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,
Kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni.
Sementara hasil Konferensi Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.
Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat).
RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.
RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda.
Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.

Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan keputusan sebagai berikut:
Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
Lagu kebangsaan Indonesia Raya
Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO.


8. Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen. Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan Permusyawaratan Federal). Konferensi Meja Bundar dilatarbelakangi oleh usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roiyen, dan Konferensi Meja Bundar.

Realisasi dari perjanjian Roem-Royen adalah diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Konferensi tersebut berlangsung selama 23 Agustus sampai 2 November 1949. Konferensi ini diikuti oleh delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan UNCI. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh J. H Van Maarseveen. Sebagai penengah adalah wakil dari UNCI oleh Critley R. Heremas dan Marle Cochran. Hasil dari persetujuan KMB adalah sebagai berikut:

Belanda menyerahkan dan mengakui kedaulatan Indonesia tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali
Indonesia akan berbentuk Negara serikat (RIS) dan merupakan uni dengan Belanda.
RIS mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
RIS harus menanggung semua hutang Belanda yang dibuat sejak tahun 1942.
Status karisidenan Irian akan diselesaikan dalam waktu 1 tahun setelah penyerahan kedaulatan RIS.

Makna dari Persetujuan KMB yaitu merupakan babak baru dalam perjuangan sejarah Indonesia. Meskipun merupakan Negara serikat tetapi wilayahnya hampir mencakup seluruh Indonesia. Eksistensi pemerintah RI di mata dunia internasional makin kuat.
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda, danperwakilan badan yang mengurusi sengketa antara Indonesia-Belanda. Berikut ini paradelegasi yang hadir dalam KMB, antara lain:

Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
UNCI diwakili oleh Chritchley.

Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi tersebut. Hasil dari KMB adalah sebagai berikut:
Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia, sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia.
Pelaksanan KMB dapat memberikan dampak bagi beberapa pihak. Dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia adalah sebagai berikut:
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI.  Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal yang diakui oleh Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah sekitar enam puluh tahun kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa kemerdeekaan de facto Indonesia bermula pada 17 Agustus 1945. Dalam sebuah konferensi di Jakarta, Perdana Menteri Belanda Ben Bot  mengungkapkan “penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan” yang dialami rakyat Indonesia selama empat tahun Revolusi Nasional, meski ia tidak secara resmi menyampaikan permohonan maaf. Reaksi Indonesia kepada posisi Belanda umumnya positif; menteri luar negeri Indonesia Hassan Wirayuda mengatakan bahwa, setelah pengakuan ini, “akan lebih mudah untuk maju dan memperkuat hubungan bilateral antara dua negara”. Tekait utang Hindia-Belanda, Indonesia membayar sebanyak kira-kira 4 miliar gulden dalam kurun waktu 1950-1956 namun kemudian memutuskan untuk tidak membayar sisanya.


9. Pertempuran Medan Area

Pertempuran Medan Area terjadi karena beberapa peristiwa. Pertama adalah insiden yang dilakukan oleh salah satu penghuni hotel di Jalan Bali, Medan tanggal 13 Oktober 1945, yang menginjak lencana merah putih. Para pemuda Indonesia yang marah kemudian menyerang hotel tersebut sehingga timbul banyak korban.
Kedua adalah adanya ultimatum dari pimpinan tentara Sekutu di Sumatera Utara yaitu T.E.D. Kelly tanggal 18 Oktober kepada rakyat Indonesia untuk menyerahkan senjatanya kepada Sekutu. Hal ini memicu perlawanan antara rakyat Medan dengan sekutu. Terlebih pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan.

Peristiwa ini menimbulkan pertempuran yang lebih besar antara rakyat Medan melawan Sekutu. Sekutu bersama NICA melancarkan aksi besar-besaran sejak 10 Desember 1945, serta mengusir dan menindas rakyat Indonesia. Rakyat Medan merespon pada tanggal 10 Agustus 1946 dengan membentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area untuk melanjutkan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA. Pertempuran Medan Area berakhir tanggal 1 Desember 1946 setelah pihak NICA mengajukan gencatan senjata kepada pihak Republik.

Pasca Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, penjajahan di negeri ini belum juga terhenti. Di beberapa wilayah Indonesia, Jepang masih menguasai sektor penting dan berusaha tidak membocorkan berita kekalahannya saat PDII. Di saat yang sama, pejuang negeri ini tidak mau terus dijajah dan terus melakukan aksi menekan agar para penjajah pergi dari negeri ini.
10. Pertempuran 5 Hari di Semarang

Pemicu Pertempuran Lima Hari Semarang

Ada dua pemicu terbesar yang menyebabkan pertempuran lima hari yang mematikan ini terjadi. Pertama adalah adanya desas-desus pemberian racun pada sumber air yang ada di Candilama yang dilakukan oleh Jepang. Pemberian racun tentu meresahkan banyak warga apalagi lokasi sumber air itu adalah satu-satu yang ada di Semarang dan bisa diakses oleh banyak warga.
Melihat kemungkinan adanya racun di sumber air dr. Kariadi yang bekerja di kawasan itu berusaha datang untuk mengecek. Sayangnya, saat akan melakukan pengecekan, dia justru dihadang oleh tentara Angkatan Laut Jepang dan ditembak dengan membabi buta. Akibat aksi ini dr. Kariadi meninggal dunia dan menyebabkan pemuda marah dan melakukan aksi penyerangan balik.

Aksi Pemuda Semarang yang Berjuang Melawan Jepang
Pemuda melakukan penangkapan kepada para tentara Jepang yang ada di kawasan itu. Mereka dijebloskan ke penjara dan senjatanya dilucuti. Jepang yang tahu pasukannya dilucuti akhirnya mengamuk dan melakukan serangan mati-matian dengan alat tempurnya yang serba canggih kala itu.
Meski kalah dari segi senjata, pemuda Semarang tidak pernah menyerah. Mereka terus melakukan penyerangan hingga pada radius 10 km dari Monumen Tugu Muda banyak sekali pemuda dan tentara Jepang yang gugur. Kawasan Simpang Lima adalah medan pertempuran di mana darah para pejuang mengalir ke tanah untuk kemerdekaan negeri ini.
Gencatan Senjata dan Pembunuhan Sandera

Perang yang terjadi selama lima hari sejak 15 Oktober 1945 akhirnya berhenti. Jepang yang mulai kesusahan dengan pemuda Semarang meminta melakukan gencatan senjata. Kedua belah pihak akhirnya menyetujui keputusan ini untuk tidak melakukan perang yang menyebabkan korban jiwa berjatuhan lagi.
Saat terjadi gencatan senjata antara kedua belah pihak, Jepang masih menyandera sekitar 75 orang warga. Mirisnya, 75 orang itu justru dibunuh dengan cara mengerikan. Seharusnya warga yang disandera dibebaskan sesuai dengan kesepakatan yang ada. Pemuda yang tahu aksi ini akhirnya terus melakukan serangan hingga akhirnya Jepang mundur.
Kalahnya Jepang dan Masuknya Sekutu ke Indonesia

Jepang akhirnya dipukul mundur setelah pasukan Sekutu masuk dan melucuti semua kekuatan tentara. Dari sini, Semarang sudah bebas dari Jepang yang telah menguasainya sejak 3 tahun setelah Belanda kalah dari Jepang dan terpaksa menyerahkan daerah kekuasaannya yang telah dikuasai sejak ratusan tahun yang lalu.
Kalahnya Jepang ternyata tidak begitu membawa angin segar bagi pejuang di Semarang. Sekutu yang datang justru ingin kembali menguasai negeri ini. Akhirnya, perjuangan melawan penjajah dimulai lagi hingga Belanda dan dunia internasional mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto dan de jure



11. Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa disebabkan karena adanya penindasan dan teror terhadap penduduk Magelang yang menimbulkan perlawanan dari TKR. Perlawanan ini terjadi sejak 23 November 1945 hingga 12 Desember 1945, dengan dipimpin oleh Imam Adrongi dan Letkol M. Sarbini. Pertempuran Ambarawa berhasil memukul mundur pasukan Sekutu dan NICA ke Ambarawa, lho! Letkol Isdiman, Mayor Suharto, dan Kolonel Sudirman juga ikut terlibat dalam pertempuran Ambarawa. Pasukan Sekutu dan NICA yang terdesak pada tanggal 15 Desember 1945 akhirnya meninggalkan daerah Ambarawa dan menandai berakhirnya pertempuran Ambarawa. Untuk mengenang peristiwa ini setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri.



12. Pertempuran Surabaya

Pertempuran arek-arek Surabaya dengan pihak Sekutu bersama NICA diawali oleh insiden bendera di Hotel Yamato, Surabaya, tanggal 19 September 1945. Salah seorang tentara Belanda menurunkan bendera merah putih lalu menggantinya dengan bendera Belanda. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Arek-arek Surabaya menurunkan bendera Belanda dan merobek warna biru agar menjadi warna bendera Indonesia.
Selain peristiwa perobekan bendera, kedatangan pasukan Sekutu ke Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby memicu kemarahan arek-arek Surabaya. Hal ini terjadi karena tentara Sekutu membebaskan tahanan di penjara di Kalisosok, menduduki Pangkalan Udara Tanjung Perak, dan Gedung Internatio. Para pemuda pun melawan dan menimbulkan pertempuran bersenjata yang menewaskan Brigjen A.W.S. Mallaby.

Peristiwa ini kemudian membuat hubungan Inggris dan Indonesia merenggang, sehingga Inggris mengeluarkan ultimatum agar para pemuda menyerah paling lambat 10 November 1945 pukul 06.00. Namun, para pemuda Surabaya tetap bertempur membela tanah kelahirannya. Tokoh yang sangat berperan dalam membakar semangat pada pemuda saat itu adalah Bung Tomo. Hampir tiga minggu para pemuda mempertahankan Surabaya hingga banyak korban jatuh akibat pertempuran ini. Untuk mengenang peristiwa ini kemudian setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.


13. Bandung Lautan Api

Pada bulan Oktober 1945, pasukan Sekutu dan NICA mulai datang serta melakukan pendudukan terhadap kota Bandung. Pasukan Sekutu dan NICA segera mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Bandung untuk menyerahkan senjata milik mereka sehingga memicu kemarahan. Pertempuran bersenjata kemudian berlangsung selama kurun waktu November 1945-Maret 1946.

Puncak pertempuran terjadi ketika tanggal 23 Maret 1946, pihak Sekutu dan NICA mengeluarkan ultimatum untuk mengosongkan kota Bandung. Komandan Divisi III Siliwangi A.H. Nasution bersama pemuda mengambil inisiatif untuk mengosongkan kota Bandung dan membakar seluruh kota beserta infrastruktur penting pemerintahan ataupun militer pada tanggal 24 Maret 1946. Salah satu tokoh yang berperan dalam pertempuran ini adalah Moh. Toha yang harus gugur ketika berupaya meledakkan gudang mesiu milik NICA di Bandung Selatan. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa Bandung Lautan Api.


14  Puputan Margarana

Sejak Maret 1946, Belanda berhasil menduduki beberapa daerah di Bali. Perlawanan muncul dibawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai dibantu oleh TRI-Laut Kapten Markadi. Pada masa itu, Indonesia telah menyepakati perjanjian Linggarjati dimana secara de facto wilayah Indonesia hanya terdiri dari Sumatera, Jawa dan Madura. Ngurah Rai tetap berusaha mengusir Belanda dari Bali dengan melakukan long march dan bergerilya melawan musuh.
Puncak serangan pasukan Belanda terjadi tanggal 20 November 1946. Pasukan Belanda mengepung desa Marga tempat I Gusti Ngurah Rai bersembunyi. Walaupun terdapat ketidakseimbangan kekuatan antara tentara Indonesia dan Belanda, I Gusti Ngurah Rai tetap bertempur hingga titik darah penghabisan. Pada 29 November 1946, Ngurah Rai gugur dalam pertempuran melawan Belanda. Pertempuran sengit antara Belanda dan tentara Indonesia di Bali dikenal dengan Perang Puputan (pertempuran habis-habisan).


Sumber: berbagai sumber. Mayoritas blog.

Komentar

Postingan Populer